28 Feb 2013

Lord Edgware Dies




Judul: Lord Edgware Dies (UK); Thirteen at Dinner (USA)
Judul Terjemahan: Matinya Lord Edgware
Penulis: Agatha Christie
Alih Bahasa: Lily Wibisono
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: 1986 (cetakan pertama)
Tebal: 354 halaman (cetakan keenam, Juli 2003)

M. Poirot, entah bagaimana caranya, saya harus menyingkirkan suami saya!” - Jane Wilkinson-

Hercule Poirot dan sahabat karibnya, Hastings, sedang asyik menonton pertunjukan sketsa tunggal dari Carlotta Adams, artis asal Amerika Serikat yang dikenal dengan bakatnya menirukan seseorang . Dalam acara makan malam yang diadakan setelahnya, mereka bertemu dengan Jane Wilkinson alias Lady Edgware, aktris terkenal sekaligus istri Lord Edgware ke 4. Tanpa tedeng aling-aling, Jane yang saat itu ditemani oleh aktor Bryan Martin meminta bantuan Poirot mewakilinya mengajukan tuntutan perceraian pada sang suami. Alasan Jane adalah karena ia jatuh cinta dan ingin menikah dengan Duke of Merton, sementara kata bercerai tidak pernah ada dalam kamus Lord Edgware.

Ada beberapa dialog menggelitik saat Jane membujuk Poirot untuk menemui Lord Edgware. Ini salah satunya


“Jadi Anda mau menemui suami saya? Dan membuat dia menuruti kemauan saya?”“Saya akan menemui dia,” Poirot berjanji dengan hati-hati.“Dan kalau dia menolak- karena itu pasti- Anda harus menyusun rencana yang pintar. Kata orang Anda yang paling pintar di seluruh Inggris, M. Poirot.”“Madame, kalau saya keras hati, Eropa-lah yang Anda sebut. Tapi untuk kepintaran, Anda cuma menyebut Inggris.”“Kalau ini berhasil Anda kerjakan, saya akan menyebut semesta alam.”

Tertarik menelaah sisi psikologis Lord Edgware yang digambarkan oleh sang istri sebagai sosok yang ‘aneh’, akhirnya Poirot dan Hastings mengunjungi kediaman sang bangsawan. Jelas Poirot dibuat bingung karena Lord Edgware berkomentar bahwa ia menyetujui ide perceraian dan bahkan telah berkirim surat pada istrinya mengenai hal itu beberapa bulan yang lalu. Meskipun dihujani ucapan terima kasih bertubi-tubi dari Jane atas keberhasilan ‘misi’-nya, rasa tidak puas masih menghinggapi benak Poirot. Ia yakin masih banyak hal yang belum terungkap di balik misteri surat yang tidak pernah sampai ke tangan Jane Wilkinson tersebut.

Firasat  Poirot terbukti benar, bahkan jauh di luar dugaannya. Keesokan harinya, Lord Edgware ditemukan tewas ditikam di ruang kerjanya. Menurut kesaksian kepala pelayan dan Nona Carroll, sekretaris Lord Edgware,  di malam di mana pembunuhan itu diperkirakan terjadi, Jane Wilkinson datang ke rumah suaminya, memperkenalkan diri pada kepala pelayan dan langsung menuju ruang kerja almarhum.  Tak heran Jane langsung menjadi tersangka utama, apalagi mengingat bahkan sebelum pertemuannya dengan Poirot, ia sudah sering berkoar-koar ‘akan menyingkirkan suaminya walau harus dengan membunuh’.

Satu kematian disusul kematian lainnya. Gara-gara surat kabar pagi yang memberitakan kehadiran Jane Wilkinson di sebuah pesta makan malam yang juga dihadiri aktor Donald Ross, Poirot bergegas menuju kediaman Carlotta Adams untuk memastikan sesuatu. Sayang, yang ditemuinya di sana hanya jenazah sang artis yang terbujur kaku, diduga meninggal karena pemakaian Veronal yang berlebihan. Dari tas Carlotta, Poirot menemukan kotak rias, pengganjal sepatu, sarung tangan abu-abu dan wig yang warna dan gayanya sama persis dengan tata rambut Jane Wilkinson. Poirot menduga Carlotta-lah yang malam sebelumnya datang ke rumah Lord Edgware dan melakukan pembunuhan. Andai itu benar, apa motifnya?
Sampul cetakan pertama versi UK (1933)

Menurut Jenny Driver, sahabat Carlotta, almarhumah pernah bercerita pada Jenny bahwa ia akan terlibat dalam suatu ‘permainan tipuan’ dengan bayaran besar.  Dari sinilah Poirot mulai menduga-duga bahwa Carlotta hanyalah ‘alat’ dari pembunuhan Lord Edgware.  Siapa yang berani membayar Carlotta untuk menyamar sebagai Jane? Ada Ronald Marsh, keponakan Lord Edgware, yang kini mewarisi gelar pamannya. Ia pernah terlibat pertengkaran dengan almarhum soal uang yang mengakibatkannya diusir dari rumah.  Daftar tersangka pun semakin panjang , mulai dari Geraldine, putri Lord Edgware yang terang-terangan berkata dirinya senang karena sang ayah telah meninggal hingga Duchess of Merton, ibunda Duke of Merton yang rela melakukan apa saja demi mencegah putranya menikah dengan Jane. Poirot pun mulai mempertanyakan kesaksian Nona Carroll yang tetap bersikeras bahwa wanita yang datang pada malam terbunuhnya Lord Edgware adalah Jane Wilkinson.

Sekali melakukan pembunuhan, seorang pembunuh tidak akan ragu untuk melakukannya kembali. Begitu pula yang terjadi dalam kisah ini.  Korban ketiga pun jatuh. Sel-sel kelabu Poirot yang begitu dibanggakan kini ditantang untuk menemukan siapa pelaku ketiga pembunuhan itu  berbekal petunjuk surat Carlotta untuk adik perempuannya, sebuah kacamata tak bergagang, kotak emas dengan ukiran inisial huruf D dan kata ‘Paris’ yang sempat disinggung oleh korban ketiga.

“Apa kau tak tahu, Kawan, bahwa masing-masing kita ini adalah kabut misteri yang pekat, benang kusut perasaan, keinginan dan kemampuan?  Betul. Kita membuat penilaian – tapi  sembilan dari sepuluh dugaan kita itu salah.” - Hercule Poirot-

Ruth Draper
Ide cerita Lord Edgware Dies didapatkan Agatha Christie setelah menyaksikan penampilan Ruth Draper, aktris Amerika yang mampu menirukan berbagai karakter (dari sinilah Christie menciptakan tokoh Carlotta Adams). Alur cerita novel ini terbilang cukup cepat untuk ukuran karya Christie. Saking cepatnya, saya pribadi merasa ada satu-dua hal yang seharusnya bisa lebih diperjelas lagi. Terus terang saya agak penasaran bagaimana nasib kepala pelayan Lord Edgware yang menghilang tak lama setelah majikannya tewas. Christie menggambarkan tokoh minor ini memiliki wajah tampan bagaikan dewa Yunani. Hmmm... Kira-kira seganteng apa sih wajahnya? ^^


Karakter Jane Wilkinson juga menarik. Flamboyan, egois, kekanak-kanakan namun menawan. Bahkan Poirot dibuat tercengang karena ia sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan mengenai siapa pembunuh suaminya. Yang penting tujuannya untuk menikah dengan Duke of Merton tercapai.

Oh ya. Banyak dialog kocak antara Poirot dan Hastings dalam buku ini. Sekali Poirot dengan sadisnya berkomentar bahwa Tuhan tidak memberikan cukup kecerdasan pada Hastings, namun di kesempatan lain sang detektif Belgia nan sombong ini terang-terangan mengatakan dirinya sangat menyayangi sang sahabat. Tak heran Hastings sering merasa bingung apakah ia harus marah atau malah merasa tersanjung oleh ucapan Poirot ^^"

Lord Edgware Dies sudah dua kali diangkat ke layar kaca dan sekali ke layar lebar. Dalam versi layar kaca yang diberi judul Thirteen at Dinner (1985), artis senior Faye Dunaway memerankan Jane Wilkinson dan Carlotta Adams.

Tidak ada komentar

Posting Komentar

© Sel-Sel Kelabu
Maira Gall